Wednesday, November 2, 2011

Three Forces

Kekuatan misterius, surat dimensi, sekolah sihir, dan perpisahan/Continue or del. RnC, Oke

Disclaimer: Naruto, Masashi Kishimoto

Warning: Semi-Canon *Maybe*, OOC, Typo etc

Rate: K+ - T

Genre: Friendship/Fantasy/Adventure/Romance

Summary: Kekuatan misterius, surat dimensi, sekolah sihir, dan perpisahan/Continue or del.

“Kau menyebalkan sekali Naruto,” seru gadis bermata emerald kepada pemuda di sebelah kirinya. Pemuda yang berada di samping kirinya itupun menundukkan wajah tampannya, rambut kuningnya yang tertiup angin melambai-lambai tak beraturan. Sebenarnya, gadis itu tengah duduk di antara dua pemuda dengan wajah diatas rata-rata. Selain pemuda tadi. Terdapat pula di samping kanannya pemuda dengan mata onyx-nya yang tajam dan rambut pantat ayamnya tengah memandang bosan kedua kawannya yang bertengkar tidak jelas.
“Gomen Sakura, aku tidak bermaksud melakukannya.” Pemuda itu meminta maaf, tapi sepertinya tidak ditanggapi oleh gadis berambut soft pink disampingnya itu. Gadis itu mengerucutkan bibirnya seraya memalingkan muka ke arah pemuda yang satunya. Berharap sang pemuda dengan rambut seperti pantat ayam itu membelanya. Sayangnya, pernyataannya salah. Pemuda yang ada di sampingnya malah tidak bergeming. Pemuda itu malah menutup matanya rapat-rapat dan melipat tangannya di depan dada. Setelah itu, berpura-pura tertidur, mungkin berusaha untuk tidak ikut campur.
Gadis itupun kesal. Dan memutuskan menyelesaikan masalahnya sendiri. “Aku akan memaafkanmu dengan satu syarat.” Gadis itu, sebut saja Sakura mengarahkan telunjuk kanannya kepada pemuda berambut jabrik di sampingnya. Pemuda bernama Naruto itupun memancarkan wajah yang berbinar, dia mengira bahwa meminta maaf kepada Sakura hal yang mudah, semudah berjalan diatas lantai [?]. “Kau harus menjadi maid-ku selama seminggu dan apapun yang aku minta harus kau turuti.”
Tubuh Naruto kembali lemas, dia tidak menyangka akan menjadi seperti ini setelah apa yang dia lakukan beberapa menit lalu kepada Sakura. Membayangkan menjadi maid Sakura. Baju pelayan aksen hitam-putih, rok mini, bandana berenda. MENGERIKAN. Teriaknya dalam hati. Sebelum ini, dia memang pernah menjadi maid Sakura. Dan itu sangat-sangat tidak menyenangkan, dia serasa bagai di neraka. Jadi untuk saat ini dan seterusnya dia tidak ingin menjadi maid Sakura lagi.
“Ada yang lain?” Sakura menggeleng, pendiriannya sudah tetap. Dia akan menghukum Naruto dengan cara ini. “Aku mohon, please jangan pakai cara itu.” Naruto berlutut wajahnya memelas bagai kucing kecil yang tak berdosa [?]. Melihat tampang Naruto yang errr… seperti itu, membuat Sakura iba. Dia mengingat-ingat kembali perlakuannya saat Naruto menjadi maid-nya dulu. Berawal dari Sakura menyuruh Naruto menggunakan Pakaian pelayan WANITA sampai menyuruhnya melakukan hal-hal aneh lainnya.
“Baiklah Naruto aku mengampunimu.” Naruto bernafas lega, dalam hati dia jingkrak-jingkrak senang. “Tapi aku akan tetap menghukummu.” Lanjutnya. Naruto mengangguk mengerti, asalkan bukan menjadi maid semua tidak masalah baginya.
“Terima kasih Sakura, kau memang baik.” Naruto merentangkan tanganya ke samping, hendak memeluk Sakura. “Ehem.” Terdengar deheman dari samping Sakura. Menjadikan Naruto yang hendak memeluk Sakura menghentikan gerakannya. “Hahahaha, aku lupa,” ucap Naruto dengan tawa yang dibuat-buat. Oke, dia lupa kalau pemuda Uchiha yang sering dia panggil “Teme” itu berada di samping Sakura. Mencegahnya untuk melakukan sesuatu kepada gadis pinkers di sebelahnya termasuk memeluknya tanda persahabatan.
“Hn.” Dua konsonan itulah yang meluncur dari mulut sang Uchiha bungsu. H dan N singkat, padat, dan terkadang tidak jelas. Entah atas dasar apa dia menjadikan kata itu kata andalan.
Bippp… Bippp
Terdengar suara aneh dari saku celana Naruto yang diketahuinya berasal dari ponsel miliknya. Naruto melirik nomor yang tertulis di layar ponselnya. Lalu menekan tombol hijau [?]. “Moshi-moshi,” ucapnya kepada orang yang menghubunginya. “Aku akan segera kesana,” lanjutnya. Dia menutup teleponnya, memasukan kembali ponsel flip orange ke saku celana selututnya.
“Eh, sepertinya aku harus pergi.” Dia tersenyum. Menampakan deretan giginya yang rapi dan putih. “Kau berniat lari Naruto,” tuntut Sakura. Naruto kembali tersenyum, “hukuman itu nanti saja, aku harus cepat menjemputnya.” Naruto berlari meninggalkan Sasuke dan Sakura.
Siapa ‘nya’ itu? Sakura berpikir, memutar otak pintarnya yang kali ini sedang rusak sehabis memarahi Naruto dengan panjang kali lebar. “Sasuke?” Sakura mendekatkan kepalanya ke wajah Sasuke dengan tanda tanya besar di atas kepala pinknya.
“Hm, apa Sakura?” Sasuke memandang Sakura dengan mata kirinya yang sebelumnya tertutup. Wajah mereka cukup dekat sehingga nafas satu sama lain bisa mereka rasakan. “Jangan menatapku seperti itu Sakura.”
Sakura kembali ke posisi semula.“Aku hanya ingin bertanya,” gumam Sakura.
“Tanya apa?”
“Tidak jadi!” Sakura membuang muka lalu bangkit dari bangku taman itu. Sebelum langkah pertama dihentakkannya ke tanah, tangannya terlebih dahulu digenggam oleh Sasuke. Dia memutar kepalanya ke samping, berniat memarahi sang Uchiha. Sedangkan Sasuke, dia memasang muka malas ke arah Sakura. Tanpa melepas genggamannya dia menarik Sakura kembali duduk di bangku taman itu. “Apa yang kau lakukan Sasuke!” Ubun-ubun Sakura terasa ingin meledak akibat perlakuan Sasuke yang seenaknya. Bukannya Sasuke sudah tahu kalau dia marah akan bagaimana.
“Katakan!” paksa Sasuke. Dia paling tidak suka jika ada orang yang tidak jadi mengatakan ‘sesuatu’ kepadanya, itu membuat rasa penasaran dihatinya menyeruak keluar ingin segera mengetahui ‘sesuatu’ itu. Sasuke memincingkan mata obsidian-nya ke arah Sakura seolah berkata ‘Ayo cepat katakan’. Sakura menunduk, takut akan tatapan Sasuke yang begitu tajam.
Setelah keberaniannya cukup dengan berat hati dia mengatakan, “emmm, memangnya Naruto mau menjemput siapa?” ia bertanya dengan wajah innocent menambah kesan imut terhadapnya yang mempunyai sifat lugu serta polos. Dan secara tidak langsung membuat goresan merah kecil di wajah tampan Sasuke.
“Eh-hnn, aku tidak tahu.” Getaran suara Sasuke yang ‘memang’ dibuat dingin anehnya masih bisa membohongi Sakura yang memang pada dasarnya polos. Sakura pun mengangguk mengerti, dia kembali bangkit dari kursi taman itu.
“Ayo pulang.” Digenggamnya tangan putih Sasuke, menariknya untuk berdiri tegak. Hangat, tangannya terasa hangat sekali. Entah mengapa tiba-tiba jantungnya bekerja lebih cepat setelah menggenggam tangan Sasuke. Ada apa ini? Batinnya. Segeralah dia melepas tangan Sasuke dengan akhiran suara Sasuke yang merintih kecil.
“Kau ini kenapa Sakura?” Sasuke memegang pergelangan tangannya yang sedikit sakit, ada sedikit bekas memar disana, tapi sepertinya bukan karena ditarik Sakura. Sakura mendelik. “Tidak apa-apa,” ucapnya disertai tawa kecil. Dia tambah aneh, pikir Sasuke. Tapi juga imut, lanjutnya. Tanpa sadar dia sudah berbicara berlebihan tentang kepolosan Sakura, ia pun menggeleng pelan.
“Eh Sasuke tanganmu merah.” Sakura meraih tangan Sasuke dengan halus, Sasuke dengan refleknya yang cepat segera menepis tangan Sakura. “Itu bukan urusanmu.” Teriak Sasuke, teriakkannya itu sukses membuat hati Sakura sedikit sakit. Dia kembali menunduk, ingin sekali menangis tapi dia tidak boleh menangis di depan Sasuke. Tidak boleh, gumamnya dalam hati. Walaupun hanya tiga kata itu sudah cukup menyakitkan baginya, baru kali ini Sasuke membentaknya dengan nada tinggi seperti itu.
“Sudahlah ini tidak apa-apa Sakura.” Sasuke mengusap kepala merah jambu milik Sakura, menyadari perubahan sikap Sakura yang menurutnya karena barusan ia bentak, bukankan insting-nya sangat tepat.
“Honto?” tanya Sakura, dijawab dengan anggukan serta senyum tipis dari wajah Sasuke. Maaf, aku belum bisa mengatakkannya Sakura.
.
~[Miki-Michi]~
.
Naruto terus memperhatikan sekeliling bandara dari balik kaca mobilnya, mencari sosok yang tengah ditunggunya sepuluh menit yang lalu. Dia menunggu di pintu depan bandara dengan gelisah, mengingat orang yang ia tunggu adalah orang yang tidak tau arah alias buta arah. “Jangan-jangan dia tersesat,” pikir Naruto. Ia menggeleng, menghilangkan rasa khawatir yang tiba-tiba menjalar. “Dia pasti baik-baik saja, diakan kuat seperti Sakura,” lanjutnya. Naruto keluar dari mobilnya. Menatap langit yang sudah mulai gelap dengan matahari yang sudah hilang separuhnya. Angin yang lumayan kencang meniup rambut jabrik kuningnya, membuatnya harus menutup mata menghindari debu yang terbang bersamaan dengan angin yang bertiup.
“Naruto-kun.” Naruto mengerjap-ngerjap mata sapphire-nya, berusaha melihat dengan jelas seseorang yang ada di depannya. “Eh, kau sudah sampai,” ujar Naruto setelah memastikan penglihatannya sudah tidak terhalang debu.
“Sudah sekitar 30 menit yang lalu.” Gadis itu tersenyum ke arah Naruto. “Kau datang lama sekali, aku sempat bosan di sini tau.” Dia memperlihatkan pandangan sebal, menggembungkan kedua pipi chabinya sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Naruto menghela napas. “Tapi, untungnya aku dapat mainan baru,” katanya lagi.
Mainan baru.
Srettt. “Kau bermain-main lagi dengan kekuatanmu,” seru Naruto, mengagetkan gadis di depannya. Gadis itupun diam, tidak ingin berkomentar akan pertanyaan yang menjurus keteriakkan dari Naruto. “Dimana mereka sekarang?” tanya Naruto masih dengan nada yang sama.
“Me… me…reka ada di sana.” Gadis itu menunjuk sebuah tempat sepi dan juga gelap. “Tapi Naruto-kun mereka-” Sebelum perkataannya selesai Naruto malah terlebih dahulu menariknya ke tempat itu.
“Sebaiknya kita kesana.” Ujar Naruto.
---
~[‘TBC’]~
---

3 comments: