Disclaimer : Naruto, Masashi Kishimoto sampai waktu yang
tidak di tentukan.
Warning : AU, Miss Typo, OOC, dan teman-temannya.
Rate : K+-T
Genre :
Friendship/Romance again. *readers ngibrit pergi.
Summary : Mata yang tidak asing
tapi aku tidak bisa mengingatnya. Apa dia… /summary gaje/second fic/ please RR
and concrit oke (>_- )
Tenten POV.
Open my eyes in the morning and I see the sunshine
Rubbing my eyes because of the sunlight
Showertime, to shake off the sleep
Cleaning the grudges
Ringing sound of the streets
Feel so good feel so good all my life
Rubbing my eyes because of the sunlight
Showertime, to shake off the sleep
Cleaning the grudges
Ringing sound of the streets
Feel so good feel so good all my life
Musik mengalun
indah dari ipond milikku, lalu mengalir melalui kabel headset yang sengajaku
pasang. Aku bergumam kecil mengikuti
lagu yang merupakan salah satu lagu
kesukaanku. Lagu ini selalu memberiku semangat disaat aku memang sedang
membutuhkannya. Membuatku sedikit lebih tenang saat aku marah. Berhenti
menangis disaat aku sedih. Lagu ini sudah seperti bagian dari diriku yang
hilang.
Aku
berlari-lari kecil menuju balkon kamar sambil terus bersenandung, terlihat
taburan bintang memenuhi langit malam dengan ditemani sang bulan yang bersinar
bak ratu yang menguasai langit. Aku tersenyum, hanya senyum kecil. Entah
mengapa aku merasa besok atau nanti akan terjadi sesuatu yang akan membuaku tersenyum.
Tapi aku tidak tahu apa.
Tiba-tiba
ipondku bergetar, ada pesan rupanya. Aku membuka pesan itu yang ternyata dari
Neji, teman lamaku sewaktu SMP. Apa bisa di sebut teman lama? Aku baru saja
lulus 1 bulan lalu dan kurang dari 1 minggu lagi aku akan masuk SMA yang sama
dengannya. Sepertinya sebutan itu terlalu dini untukku ya.
From : Neji ‘Cinderella’
To : Tenten
‘Konbawa
Tenten, belum tidur?’
Aku tertawa
kecil, seperti biasa Neji mengirim pesan selamat malam padaku. Aku bisa menebak
kalau dia tidak bisa tidur lagi atau biasa disebut insomnia, setiap malam Neji selalu mengirimi pesan untuk
menemaninya begadang dan aku selalu membalasnya. Dan akan berakhir jika salah
satu dari kami kehabisan pulsa atau sudah sangat mengantuk.
Aku menekan
beberapa tombol, dan munculah sekumpulan kata yang barusan aku tulis.
To : Neji ‘Cinderella’.
From : Tenten.
“Konbawa
Neji, terkena penyakit insomnia lagi, eh?”
Aku mengirim pesan itu. Beberapa detik
kemudian, ipondku kembali bergetar.
From : Neji ‘Cinderella’.
To : Tenten.
“Tahu
saja kau, sedang apa?”
To : Neji ‘Cinderella’.
From : Tenten.
“Sedang
menemanimu begadang, hehe. Bagaimana kalau kita bicara di telpon saja, aku
sedang banjir pulsa nih.”
From : Neji ‘Cinderella’.
To : Tenten.
“Boleh,
kau yang telpon aku yah?.”
Aku
kembali tertawa. ‘Ya iyalah, tadikan aku sudah bilang kalau aku sedang banjir
pulsa, dasar Neji.’ Gumamku. Tanpa membalas pesannya aku langsung menelponnya.
Terdengar suara kecil setelah beberapa detik aku menekan nomor telpon Neji.
“Moshi-moshi.”
Sekarang terdengar jelas suara yang sudah sebulan ini tidak aku dengar.
“Moshi-moshi
Neji-chan.” Godaku. Aku ingatkan kalau Neji itu mirip seperti anak perempuan,
rambut panjang dan orangnya lemah lembut semakin menambah kesal perempuan
didirinya, walaupun jika sedang dengan orang selain aku sifatnya berubah
menjadi orang sok cool sedunia.
“Jangan
panggil aku dengan nama itu, Tenten-kun.” Teriaknya, lalu menggerutu tidak
jelas. Karena aku tidak dengar dia bicara apa.
“Iya-iya
maaf.” Aku meminta maaf sambil terus tertawa. Kebiasanku untuk menggodanya
tidak bisa aku tahan. Ya, aku memang teman dekat Neji sejak SMP dan dia sudah
aku anggap Kakak. Dia Kakak terbaik, itu menurutku. “Jadi, sedang apa kau?”
“Sedang
menjawab telponmu.” Oke dia mulai menjiplak kalimatku.
“Heh,
aku serius Neji.”
Dia
tertawa. “Hey jangan ngambek. Iya, aku sedang membaca buku.” Ucapnya.
.
Dua jam
aku bercakap-cakap berbagai topik dengan Neji, tidak aku sangka selera humornya
tinggi juga aku sampai tertawa terpingkal-pingkal saat mendengarnya. Dua jam
pula untukku bisa membuat Neji mengantuk, biasanya aku membutuhkan tiga atau
empat jam agar dia bisa tidur. Dan pulsaku masih utuh, love you God. Kalian tahu aku ngobrol dengan Neji tanpa mengurangi
pulsaku karena aku ikut paket.
Huft,
akhirnya aku bisa tidur lebih awal dari biasanya. Dasar Neji kerjanya hanya
mengurangi jam tidur orang saja, tapi aku senang bisa membantunya. “Sebaiknya
aku cepat tidur, mumpung sedang bisa tidur awal.” Seruku. Beberapa menit
kemudian aku sudah masuk ke alam mimpi.
.
~~~(---d(^_^)b--)~~~
.
Arloji
ditanganku sudah menunjukan pukul 10 pagi. ‘Kenapa dia belum datang-datang juga?’.
Umpatku dalam hati. Yah, sekarang aku sedang menunggu seseorang yang mengajakku
datang ke kafe langganan kami. Entah apa yang direncanakannya, mungkin hanya
untuk menyapa. Aku tak tahu. Tapi aku sudah menunggunya selama 30 menit, dan
batang hidungnya belum juga muncul. Aku adalah orang yang tidak bisa menunggu,
paling lama aku akan menunggu 20 menit lalu pergi. Kalian pasti bertanya-tanya
kenapa aku masih menunggunya. Jawabannya hanya satu. DIA YANG MENYURUHKU
MENUNGGU.
“Tenten hosh…
maafkan aku… hosh.” Teriak seseorang dari ambang pintu masuk kafe. Gara-gara
aksinya itu semua orang melihatku dengan pandangan yang sulit diartikan, tapi
tak lama kemudian mereka kembali keaktifitas masing-masing. ‘Akhirnya datang
juga.’ Gumamku. Aku bangkit dari kursi yang sempat aku duduki 35 menit lalu.
Lalu memandang horror anak yang tadi memanggilku, dia hanya nyengir tanpa dosa.
Cih, menyebalkan. Dia menghampiriku yang berada di pojok kafe dekat jendela
besar dengan berlari kecil.
“Maaf
Tenten aku terlambat, tadi aku tidak sengaja bertemu Ino dan dia
memberitahukanku sesuatu.” Ucapnya. Dia, Haruno Sakura teman SMP sekaligus SMA-ku
besok. Dia anak yang cerewet, tapi kadang bijak. Berwajah cantik, stylish, punya warna rambut yang berbeda
dengan yang lain ‘Pink’, juga kaya. Setiap laki-laki pasti tertarik akan
kecantikannya dan yang perempuan pasti akan iri jika melihatnya. Akupun tidak
memungkiri kalau dia memang cantik.
“Tidak
apa, jadi sebenarnya apa tujuanmu memanggilku kesini.” Tanyaku ketus.
“Hahaha,
sabarlah sedikit Tenten, kita saja belum saling menyapa.” Baiklah dia menjadi
semakin menyebalkan saja. “Sebenarnya tadi aku ingin berbincang-bincang saja
denganmu, tapi sepertinya ada yang lebih penting dari itu.” Lanjutnya. Dia
mengeluarkan sebuah amplop yang akupun tidak tau isinya apa. Dan memberikannya
padaku, aku mengangkat sebelah alisku. Apa maksudnya ini?
“Apa
maksudmu Sakura.”
“Ini
untukmu Tenten nanti malam ada pesta dirumah Ino jam 8 malam, kau datang ya.”
Sudah kuduga dia mengajakku untuk melakukan kegiatan yang membosankan. Aku
hanya tersenyum lalu menyerahkan kembali amplop berisi undangan mungkin.
“Terima
kasih atas tawarannya, tapi sepertinya aku tidak bisa Sakura.”
“Ayolah
Tenten, satu kali ini saja.” Dia mengeluarkan puppy eyes-nya kearahku. Heh, dia itu tahu saja kalau aku lemah
akan tatapan seperti itu. Karena sudah tidak tahan akan tatapanya, akhirnya aku
menyetujuinya. “Nah gitu donk,”
“Kalau
begitu ambil kembali amplop ini, dan ikut denganku.” Lanjutnya. Setelah aku
mengambil amplop itu aku diseretnya keluar kafe. Mau dibawa kemana aku oleh
gadis pink ini. Gumamku.
Normal
POV
Sakura
terus berjalan mencari toko yang dituju sambil menyeret Tenten yang hanya
pasrah ditarik Sakura. Sampai akhirnya dia sampai di depan butik langganannya.
Dua orang tersebut masuk ke dalam butik, disambut oleh dua pelayan yang memang
sedari tadi stand by di depan pintu
butik. Mereka memberi salam dengan membungkuk.
“Ada
yang bisa saya bantu Nona.” Kata salah satu pelayan.
“Bisa
salah satu dari kalian membantu temanku ini, dia ingin memilih gaun untuk
pesta.” Ujar Sakura sambil menunjuk Tenten, Tenten hanya bisa tersenyum paksa.
Dalam hati dia ingin mencincang Sakura yang berkata tanpa memberi tahu Tenten
terlebih dahulu.
“Tentu,
mari ikut saya.” Pelayan itu mempersilahkan. Tenten tetap tidak bergerak, diam
di tempat dia berdiri.
“Cepat
sana.” Sakura mendorong tubuh Tenten yang untungnya tidak membuat
keseimbangannya goyah.
“Kau ini
menyebalkan sekali Sakura.” Gumam Tenten yang bermaksud memarahi Sakura, tetap
saja Sakura tak peduli. Akhirnya dengan SANGAT terpaksa Tenten berjalan
mengikuti sang pelayan. Sakura yang melihatnya tertawa kecil. Sakura kau memang
manusia paling kejam di dunia, tertawa di atas penderitaan orang lain
menggunakan tampang watados pula. Ckckck.
Oke bek
tu stori…
“Bisa
tolong aku juga.” Perintah Sakura. Pelayan yang satu tersentak kaget,
sepertinya sedari tadi dia melamun.
“I,
iya.” Ucapnya terbata-taba. Mereka lalu pergi kebagian sepatu yang berada di
bagian belakang toko.
.
Sakura
sibuk dengan kegiatan gajenya yaitu
memilih sepatu, tapi berbeda dengan Tenten. Dari tadi dia malah menatap bosan sang
pelayan yang mondar-mandir memilihkannya gaun.
“Bagaimana
dengan ini Nona.” Tawar sang pelayan. Terlihat dress hijau lumut selutut tanpa lengan dengan lipit di bawahnya membuatnya
terkesan lebih mengembang, tak lupa pita sedang di bagian perut. Simple tapi
elegan. Mungkin itu ungkapan yang tepat untuk menjelaskan dress hijau selutut itu. Tak sengaja, Sakura melihat gaun itu. Wajahnya
berubah menjadi berseri-seri.
“Tolong
bungkuskan untuk dia ya.” Seru Sakura mengagetkan sang pelayan dan tentu saja
Tenten, tapi sedetik kemudian si pelayan mengangguk dan pergi untuk
membungkuskan gaun itu. Tenten yang masih bingung dan kaget di tempat hanya
mengusap dadanya.
“Sakura
kau ini mengagetkan saja. Satu lagi, kenapa kau membungkuskan gaun itu? Aku
saja belum bilang ‘iya’.” Tuturnya panjang lebar kepada Sakura.
“Piss
Ten, hehehe. Lagian kau ini lama sekali memilih gaun.”
“Sudah tahu
begitu kenapa tetap memaksaku datang ke pesta Ino.” Protesnya tidak mau kalah.
“Aku
ingin melihatmu tampil feminim Tenten.” Ungkap Sakura dengan muka lesu. Selama
ini Tenten memang tidak pernah terlihat
melepas kedua cepol panda miliknya, apalagi menghilangkan sifatnya yang memang
tomboi sejak lahir.
Tanpa
Sakura ketahui Tenten sering melepas cepolnya jika di rumah, menggantinya
dengan kepang dua, menguncir kuda atau menggerainya. Tapi sayang Sakura tidak
tahu semua itu.
“Heh,
baiklah terserah kau saja Sakura.” Sakura tersenyum. Senyum kemenangan
tepatnya.
“Aku
belum dapat gaun nih, jadi tunggu aku ya.” Sakura kembali memilih gaun setelah
mendapat anggukan dari Tenten. Dia senang, akhir-akhir ini Tenten bisa luluh
akan perkataannya, padahal dulunya dia sangat susah ditaklukan. ‘Apa ini ada
hubungannya dengan Neji-kun.’ Pikir Sakura.
Tenten
kembali terdiam menunggu, dilihatnya sekeliling terdapat banyak pasang baju
disana-sini. Pandangannya terkunci saat melihat rak sepatu. Di rak itu terdapat
barang yang selama ini diinginkan Tenten, sneakers
putih dengan motif hijau. Sebenarnya sudah sejak lama dia menginginkan benda
itu, sayangnya dia belum sempat pergi ke toko untuk mencarinya. Sekaranglah dia
baru bisa pergi. ‘Ternyata pergi dengan Sakura memberi keberuntungan juga.’
Batinnya.
Diapun
segera menghampiri rak sepatu yang tidak jauh dari tempat dia menunggu,
diambilnya sneakers putih itu.
“Geerrpp”
‘Akhirnya
aku mendapatkanya juga, tunggu tangan siapa ini.’ Gumamnya penasaran. Dia
memandang sang pemilik tangan kekar yang juga mengambil benda yang sama dengan
Tenten. Pemuda berkacamata, berambut raven dengan mata onyx hitam yang tengah
memandang sang pemilik mata hazel itu. ‘Aku seperti tidak asing dengan mata
onyx-nya.’
Selama
beberapa detik mereka tertahan dengan posisi yang tidak bisa dibilang err…
biasa. Mereka seperti sepasang kekasih yang sedang berpegangan tangan.
“Err… maaf
bisa tolong lepaskan tanganku?” Ucap Tenten agak sedikit bergetar. Sang pemilik
mata onyx itu tersadar, diapun segera melepas tangannya.
“Maafkan
aku.” Kata Pemuda itu.
“Eh… iya
tak apa, kau ingin mengambil ini?” Tanya Tenten lalu menunjukkan sneakers yang dipegangnya.
“Sudahlah
itu untukmu saja, sebenarnya aku juga hanya ingin melihat.” Tuturnya.
“Begitu,
jadi ini untukku.”
“Iya,
silahkan itu untukmu saja.”
“Terima
kasih ya.” Tenten tersenyum manis, membuat pemuda itu memunculkan sedikit
goresan merah di pipinya. Walaupun tidak terlihat. “Kalau begitu aku pergi
dulu, sekali lagi aku ucapkan terima kasih.” Lanjut Tenten lalu pergi dari
hadapan pemuda itu.
“Darimana
saja kau?” Tanya Sakura yang melihat Tenten berlari kearahnya.
“Dari
rak sepatu yang ada disana?” Tenten menunjuk-nunjuk rak sepatu yang baru saja
dia kunjungi (?). “Dan aku menemukan ini.” Dia memperlihatkan sneakers putih di tangannya.
“Kau
ingin membeli ini, tapi kaukan belum punya…”
“Aku
punya sepasang high heels, tenang
saja.”
“Ya
sudah.”
“Kau
sudah menemukan gaunnya.”
“Hm, ayo
ke kasir.” Dua gadis ini melangkah menuju kasir dekat pintu masuk butik. Setelah
membayar belanjaan mereka lebih tepatnya belanjaan Sakura karena Tenten hanya
beli sneakers, sedangkan dress-nya dibelikan Sakura. Mereka pergi
dari butik itu.
“Aku
ingin pulang Sakura, kau tidak apa-apakan kalau aku tinggal.” Ucap Tenten
menyesal.
“Iya
tidak apa Tenten, aku juga sedang menunggu Ino.”
“Baiklah
Sakura, aku pergi dulu ya. Ah iya, terima kasih untuk dressnya.”
“Sama-sama
Tenten, nanti aku jemput jam 19.30 di apartemenmu ya.” Tenten menangguk lalu
masuk ke dalam taksi. Tanpa mereka ketahui pemuda yang bertemu Tenten tadi
memperhatikan mereka sambil tersenyum walau hanya senyum kecil.
“Kau
sedang lihat apa?” Kata wanita paruh baya dengan rambut hitam panjang
sepunggung.
“Tidak
sedang lihat apa-apa Kaa-san.” Jawab sang pemuda.
“Ya
sudah, kalau begitu.” Dia kembali melihat ke arah luar butik, memastikan kedua
gadis yang diperhatikannya sudah pergi.
‘Masih
seperti dulu.’ Batinnya. Lalu menyusul Ibunya yang sedang memilih baju.
No comments:
Post a Comment