Wednesday, November 30, 2011

Feel so good (Chap 1)

Disclaimer   : Naruto, Masashi Kishimoto sampai waktu yang tidak di tentukan.
Warning       : AU, Miss Typo, OOC, dan teman-temannya.
Rate               : K+-T
Genre           : Friendship/Romance again. *readers ngibrit pergi.
Summary     : Mata yang tidak asing tapi aku tidak bisa mengingatnya. Apa dia… /summary gaje/second fic/ please RR and concrit oke (>_- )

Tenten POV.
Open my eyes in the morning and I see the sunshine
Rubbing my eyes because of the sunlight
Showertime, to shake off the sleep

Cleaning the grudges
Ringing sound of the streets
Feel so good feel so good all my life

Musik mengalun indah dari ipond milikku, lalu mengalir melalui kabel headset yang sengajaku pasang.  Aku bergumam kecil mengikuti lagu yang merupakan salah satu lagu  kesukaanku. Lagu ini selalu memberiku semangat disaat aku memang sedang membutuhkannya. Membuatku sedikit lebih tenang saat aku marah. Berhenti menangis disaat aku sedih. Lagu ini sudah seperti bagian dari diriku yang hilang.
Aku berlari-lari kecil menuju balkon kamar sambil terus bersenandung, terlihat taburan bintang memenuhi langit malam dengan ditemani sang bulan yang bersinar bak ratu yang menguasai langit. Aku tersenyum, hanya senyum kecil. Entah mengapa aku merasa besok atau nanti akan terjadi sesuatu yang akan membuaku tersenyum. Tapi aku tidak tahu apa.
Tiba-tiba ipondku bergetar, ada pesan rupanya. Aku membuka pesan itu yang ternyata dari Neji, teman lamaku sewaktu SMP. Apa bisa di sebut teman lama? Aku baru saja lulus 1 bulan lalu dan kurang dari 1 minggu lagi aku akan masuk SMA yang sama dengannya. Sepertinya sebutan itu terlalu dini untukku ya.
From     : Neji ‘Cinderella’
To           : Tenten
‘Konbawa Tenten, belum tidur?’
Aku tertawa kecil, seperti biasa Neji mengirim pesan selamat malam padaku. Aku bisa menebak kalau dia tidak bisa tidur lagi atau biasa disebut insomnia, setiap malam Neji selalu mengirimi pesan untuk menemaninya begadang dan aku selalu membalasnya. Dan akan berakhir jika salah satu dari kami kehabisan pulsa atau sudah sangat mengantuk.
Aku menekan beberapa tombol, dan munculah sekumpulan kata yang barusan aku tulis.
To           : Neji ‘Cinderella’.
From     : Tenten.
“Konbawa Neji, terkena penyakit insomnia lagi, eh?”
 Aku mengirim pesan itu. Beberapa detik kemudian, ipondku kembali bergetar.
From     : Neji ‘Cinderella’.
To           : Tenten.
“Tahu saja kau, sedang apa?”
To           : Neji ‘Cinderella’.
From     : Tenten.
“Sedang menemanimu begadang, hehe. Bagaimana kalau kita bicara di telpon saja, aku sedang banjir pulsa nih.”
From     : Neji ‘Cinderella’.
To           : Tenten.
“Boleh, kau yang telpon aku yah?.”
Aku kembali tertawa. ‘Ya iyalah, tadikan aku sudah bilang kalau aku sedang banjir pulsa, dasar Neji.’ Gumamku. Tanpa membalas pesannya aku langsung menelponnya. Terdengar suara kecil setelah beberapa detik aku menekan nomor telpon Neji.
“Moshi-moshi.” Sekarang terdengar jelas suara yang sudah sebulan ini tidak aku dengar.
“Moshi-moshi Neji-chan.” Godaku. Aku ingatkan kalau Neji itu mirip seperti anak perempuan, rambut panjang dan orangnya lemah lembut semakin menambah kesal perempuan didirinya, walaupun jika sedang dengan orang selain aku sifatnya berubah menjadi orang sok cool sedunia.
“Jangan panggil aku dengan nama itu, Tenten-kun.” Teriaknya, lalu menggerutu tidak jelas. Karena aku tidak dengar dia bicara apa.
“Iya-iya maaf.” Aku meminta maaf sambil terus tertawa. Kebiasanku untuk menggodanya tidak bisa aku tahan. Ya, aku memang teman dekat Neji sejak SMP dan dia sudah aku anggap Kakak. Dia Kakak terbaik, itu menurutku. “Jadi, sedang apa kau?”
“Sedang menjawab telponmu.” Oke dia mulai menjiplak kalimatku.
“Heh, aku serius Neji.”
Dia tertawa. “Hey jangan ngambek. Iya, aku sedang membaca buku.” Ucapnya.
.
Dua jam aku bercakap-cakap berbagai topik dengan Neji, tidak aku sangka selera humornya tinggi juga aku sampai tertawa terpingkal-pingkal saat mendengarnya. Dua jam pula untukku bisa membuat Neji mengantuk, biasanya aku membutuhkan tiga atau empat jam agar dia bisa tidur. Dan pulsaku masih utuh, love you God. Kalian tahu aku ngobrol dengan Neji tanpa mengurangi pulsaku karena aku ikut paket.
Huft, akhirnya aku bisa tidur lebih awal dari biasanya. Dasar Neji kerjanya hanya mengurangi jam tidur orang saja, tapi aku senang bisa membantunya. “Sebaiknya aku cepat tidur, mumpung sedang bisa tidur awal.” Seruku. Beberapa menit kemudian aku sudah masuk ke alam mimpi.
.
~~~(---d(^_^)b--)~~~
.
Arloji ditanganku sudah menunjukan pukul 10 pagi. ‘Kenapa dia belum datang-datang juga?’. Umpatku dalam hati. Yah, sekarang aku sedang menunggu seseorang yang mengajakku datang ke kafe langganan kami. Entah apa yang direncanakannya, mungkin hanya untuk menyapa. Aku tak tahu. Tapi aku sudah menunggunya selama 30 menit, dan batang hidungnya belum juga muncul. Aku adalah orang yang tidak bisa menunggu, paling lama aku akan menunggu 20 menit lalu pergi. Kalian pasti bertanya-tanya kenapa aku masih menunggunya. Jawabannya hanya satu. DIA YANG MENYURUHKU MENUNGGU.
“Tenten hosh… maafkan aku… hosh.” Teriak seseorang dari ambang pintu masuk kafe. Gara-gara aksinya itu semua orang melihatku dengan pandangan yang sulit diartikan, tapi tak lama kemudian mereka kembali keaktifitas masing-masing. ‘Akhirnya datang juga.’ Gumamku. Aku bangkit dari kursi yang sempat aku duduki 35 menit lalu. Lalu memandang horror anak yang tadi memanggilku, dia hanya nyengir tanpa dosa. Cih, menyebalkan. Dia menghampiriku yang berada di pojok kafe dekat jendela besar dengan berlari kecil.
“Maaf Tenten aku terlambat, tadi aku tidak sengaja bertemu Ino dan dia memberitahukanku sesuatu.” Ucapnya. Dia, Haruno Sakura teman SMP sekaligus SMA-ku besok. Dia anak yang cerewet, tapi kadang bijak. Berwajah cantik, stylish, punya warna rambut yang berbeda dengan yang lain ‘Pink’,  juga kaya. Setiap laki-laki pasti tertarik akan kecantikannya dan yang perempuan pasti akan iri jika melihatnya. Akupun tidak memungkiri kalau dia memang cantik.
“Tidak apa, jadi sebenarnya apa tujuanmu memanggilku kesini.” Tanyaku ketus.
“Hahaha, sabarlah sedikit Tenten, kita saja belum saling menyapa.” Baiklah dia menjadi semakin menyebalkan saja. “Sebenarnya tadi aku ingin berbincang-bincang saja denganmu, tapi sepertinya ada yang lebih penting dari itu.” Lanjutnya. Dia mengeluarkan sebuah amplop yang akupun tidak tau isinya apa. Dan memberikannya padaku, aku mengangkat sebelah alisku. Apa maksudnya ini?
“Apa maksudmu Sakura.”
“Ini untukmu Tenten nanti malam ada pesta dirumah Ino jam 8 malam, kau datang ya.” Sudah kuduga dia mengajakku untuk melakukan kegiatan yang membosankan. Aku hanya tersenyum lalu menyerahkan kembali amplop berisi undangan mungkin.
“Terima kasih atas tawarannya, tapi sepertinya aku tidak bisa Sakura.”
“Ayolah Tenten, satu kali ini saja.” Dia mengeluarkan puppy eyes-nya kearahku. Heh, dia itu tahu saja kalau aku lemah akan tatapan seperti itu. Karena sudah tidak tahan akan tatapanya, akhirnya aku menyetujuinya. “Nah gitu donk,”
“Kalau begitu ambil kembali amplop ini, dan ikut denganku.” Lanjutnya. Setelah aku mengambil amplop itu aku diseretnya keluar kafe. Mau dibawa kemana aku oleh gadis pink ini. Gumamku.
Normal POV
Sakura terus berjalan mencari toko yang dituju sambil menyeret Tenten yang hanya pasrah ditarik Sakura. Sampai akhirnya dia sampai di depan butik langganannya. Dua orang tersebut masuk ke dalam butik, disambut oleh dua pelayan yang memang sedari tadi stand by di depan pintu butik. Mereka memberi salam dengan membungkuk.
“Ada yang bisa saya bantu Nona.” Kata salah satu pelayan.
“Bisa salah satu dari kalian membantu temanku ini, dia ingin memilih gaun untuk pesta.” Ujar Sakura sambil menunjuk Tenten, Tenten hanya bisa tersenyum paksa. Dalam hati dia ingin mencincang Sakura yang berkata tanpa memberi tahu Tenten terlebih dahulu.
“Tentu, mari ikut saya.” Pelayan itu mempersilahkan. Tenten tetap tidak bergerak, diam di tempat dia berdiri.
“Cepat sana.” Sakura mendorong tubuh Tenten yang untungnya tidak membuat keseimbangannya goyah.  
“Kau ini menyebalkan sekali Sakura.” Gumam Tenten yang bermaksud memarahi Sakura, tetap saja Sakura tak peduli. Akhirnya dengan SANGAT terpaksa Tenten berjalan mengikuti sang pelayan. Sakura yang melihatnya tertawa kecil. Sakura kau memang manusia paling kejam di dunia, tertawa di atas penderitaan orang lain menggunakan tampang watados pula. Ckckck.
Oke bek tu stori…
“Bisa tolong aku juga.” Perintah Sakura. Pelayan yang satu tersentak kaget, sepertinya sedari tadi dia melamun.
“I, iya.” Ucapnya terbata-taba. Mereka lalu pergi kebagian sepatu yang berada di bagian belakang toko.
.
Sakura sibuk dengan kegiatan gajenya yaitu memilih sepatu, tapi berbeda dengan Tenten. Dari tadi dia malah menatap bosan sang pelayan yang mondar-mandir memilihkannya gaun.
“Bagaimana dengan ini Nona.” Tawar sang pelayan. Terlihat dress hijau lumut selutut tanpa lengan dengan lipit di bawahnya membuatnya terkesan lebih mengembang, tak lupa pita sedang di bagian perut. Simple tapi elegan. Mungkin itu ungkapan yang tepat untuk menjelaskan dress hijau selutut itu. Tak sengaja, Sakura melihat gaun itu. Wajahnya berubah menjadi berseri-seri.
“Tolong bungkuskan untuk dia ya.” Seru Sakura mengagetkan sang pelayan dan tentu saja Tenten, tapi sedetik kemudian si pelayan mengangguk dan pergi untuk membungkuskan gaun itu. Tenten yang masih bingung dan kaget di tempat hanya mengusap dadanya.
“Sakura kau ini mengagetkan saja. Satu lagi, kenapa kau membungkuskan gaun itu? Aku saja belum bilang ‘iya’.” Tuturnya panjang lebar kepada Sakura.
“Piss Ten, hehehe. Lagian kau ini lama sekali memilih gaun.”
“Sudah tahu begitu kenapa tetap memaksaku datang ke pesta Ino.” Protesnya tidak mau kalah.
“Aku ingin melihatmu tampil feminim Tenten.” Ungkap Sakura dengan muka lesu. Selama ini Tenten memang tidak pernah  terlihat melepas kedua cepol panda miliknya, apalagi menghilangkan sifatnya yang memang tomboi sejak lahir.
Tanpa Sakura ketahui Tenten sering melepas cepolnya jika di rumah, menggantinya dengan kepang dua, menguncir kuda atau menggerainya. Tapi sayang Sakura tidak tahu semua itu.
“Heh, baiklah terserah kau saja Sakura.” Sakura tersenyum. Senyum kemenangan tepatnya.
“Aku belum dapat gaun nih, jadi tunggu aku ya.” Sakura kembali memilih gaun setelah mendapat anggukan dari Tenten. Dia senang, akhir-akhir ini Tenten bisa luluh akan perkataannya, padahal dulunya dia sangat susah ditaklukan. ‘Apa ini ada hubungannya dengan Neji-kun.’ Pikir Sakura.
Tenten kembali terdiam menunggu, dilihatnya sekeliling terdapat banyak pasang baju disana-sini. Pandangannya terkunci saat melihat rak sepatu. Di rak itu terdapat barang yang selama ini diinginkan Tenten, sneakers putih dengan motif hijau. Sebenarnya sudah sejak lama dia menginginkan benda itu, sayangnya dia belum sempat pergi ke toko untuk mencarinya. Sekaranglah dia baru bisa pergi. ‘Ternyata pergi dengan Sakura memberi keberuntungan juga.’ Batinnya.
Diapun segera menghampiri rak sepatu yang tidak jauh dari tempat dia menunggu, diambilnya sneakers putih itu.
“Geerrpp”
‘Akhirnya aku mendapatkanya juga, tunggu tangan siapa ini.’ Gumamnya penasaran. Dia memandang sang pemilik tangan kekar yang juga mengambil benda yang sama dengan Tenten. Pemuda berkacamata, berambut raven dengan mata onyx hitam yang tengah memandang sang pemilik mata hazel itu. ‘Aku seperti tidak asing dengan mata onyx-nya.’
Selama beberapa detik mereka tertahan dengan posisi yang tidak bisa dibilang err… biasa. Mereka seperti sepasang kekasih yang sedang berpegangan tangan.
“Err… maaf bisa tolong lepaskan tanganku?” Ucap Tenten agak sedikit bergetar. Sang pemilik mata onyx itu tersadar, diapun segera melepas tangannya.
“Maafkan aku.” Kata Pemuda itu.
“Eh… iya tak apa, kau ingin mengambil ini?” Tanya Tenten lalu menunjukkan sneakers yang dipegangnya.
“Sudahlah itu untukmu saja, sebenarnya aku juga hanya ingin melihat.” Tuturnya.
“Begitu, jadi ini untukku.”
“Iya, silahkan itu untukmu saja.”
“Terima kasih ya.” Tenten tersenyum manis, membuat pemuda itu memunculkan sedikit goresan merah di pipinya. Walaupun tidak terlihat. “Kalau begitu aku pergi dulu, sekali lagi aku ucapkan terima kasih.” Lanjut Tenten lalu pergi dari hadapan pemuda itu.
“Darimana saja kau?” Tanya Sakura yang melihat Tenten berlari kearahnya.
“Dari rak sepatu yang ada disana?” Tenten menunjuk-nunjuk rak sepatu yang baru saja dia kunjungi (?). “Dan aku menemukan ini.” Dia memperlihatkan sneakers putih di tangannya.
“Kau ingin membeli ini, tapi kaukan belum punya…”
“Aku punya sepasang high heels, tenang saja.”
“Ya sudah.”
“Kau sudah menemukan gaunnya.”
“Hm, ayo ke kasir.” Dua gadis ini melangkah menuju kasir dekat pintu masuk butik. Setelah membayar belanjaan mereka lebih tepatnya belanjaan Sakura karena Tenten hanya beli sneakers, sedangkan dress-nya dibelikan Sakura. Mereka pergi dari butik itu.
“Aku ingin pulang Sakura, kau tidak apa-apakan kalau aku tinggal.” Ucap Tenten menyesal.
“Iya tidak apa Tenten, aku juga sedang menunggu Ino.”
“Baiklah Sakura, aku pergi dulu ya. Ah iya, terima kasih untuk dressnya.”
“Sama-sama Tenten, nanti aku jemput jam 19.30 di apartemenmu ya.” Tenten menangguk lalu masuk ke dalam taksi. Tanpa mereka ketahui pemuda yang bertemu Tenten tadi memperhatikan mereka sambil tersenyum walau hanya senyum kecil.
“Kau sedang lihat apa?” Kata wanita paruh baya dengan rambut hitam panjang sepunggung.
“Tidak sedang lihat apa-apa Kaa-san.” Jawab sang pemuda.
“Ya sudah, kalau begitu.” Dia kembali melihat ke arah luar butik, memastikan kedua gadis yang diperhatikannya sudah pergi.
‘Masih seperti dulu.’ Batinnya. Lalu menyusul Ibunya yang sedang memilih baju.

No comments:

Post a Comment